Setiap Lelaki Memiliki Seorang Wanita yang Dicintai, Meskipun Dia Belum Terlahir atau Bahkan Tidak Terlahir di Dalam Rahim Mimpinya

Senin, Mei 25, 2009

Idul Fitri Berdua di Rumah Saja

01 Oktober 2008

Jam sudah menunjukkan pukul setengah empat pagi. Suara takbir berkumandang sahut-menyahut dari masjid membelah langit pagi yang cerah. Seolah setiap masjid tidak mau kalah untuk terus mengagungkan asma Allah SWT.Istriku sudah bangun beberapa menit yang lalu. Sementara aku masih malas-malasan tidur di atas kasur yang hangat ini. Setelah menguatkan diri, akhirnya aku bangun juga dari rebahan. Tidak seperti biasanya, suasana rumah kami terasa sepi. Hanya suara air dari kamar mandi tempat istriku membersihkan dirinya. Hari ini adalah Idul Fitri pertama di mana mertuaku tidak ada di rumah. Beliau sudah mudik ke Tulungagung satu minggu sebelumnya. Sebab jika mendekati hari raya, beliau takut berdesakan di dalam kereta api atau bis. Alasan lainnya adalah sebab aku dan istriku sudah merencanakan tidak ber-Idul Fitri di Tulungagung tetapi cukup di Surabaya saja. Sebab aku juga tidak ingin istriku yang sedang hamil muda melakukan perjalanan jauh (meski itu hanya 4 jam dari Surabaya). Itu juga atas saran orang tua dan saudara kami sebab perjalan jauh akan cukup melelahkan bagi wanita hamil yang bisa berakibat pada janin. Tetapi hikmahnya, kali ini aku bisa merayakan Lebaran bersama keluarga besarku lebih lama. Sebab pada tahun-tahun sebelumnya, waktu berkumpul aku dan keluarga hanya sekitar 3-4 jam saja.

Aku jadi teringat saat Lebaran sebelumnya. Biasanya ibu mertua sudah menyiapkan perbekalan untuk dibawa saat kami mudik ke Tulungagung. Mulai makanan, pakaian, alas duduk bahkan terkadang peralatan dapur. Menurutku sih ribet banget sebab mobil yang kami sewa penuh dengan barang bawaan dan penumpang. Seperti biasanya sehabis menjalankan ibadah sholat ‘Id, aku mengajak istriku untuk bersilahturahmi ke orang tuanya terlebih dahulu dan dilanjutkan ke tetangga sekitar kami. Setelah itu kami meluncur ke rumah orang tuaku yang ada di Surabaya juga. Berkumpul bersama, makan nasi kuning yang selalu menjadi menu khas keluargaku setiap Lebaran dan silahturahmi ke tetangga serta rumah pamanku. Kami berada di rumah orang tuaku hingga pukul sebelas siang. Sebab setelah itu kami harus segera berangkat ke Tulungagung beserta rombongan mertua dan keluarga paman yang sudah menunggu di rumah.

Jam sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi saat kami berangkat ke lapangan tempat sholat ‘Id diadakan. Baju koko yang kubeli setahun lalu dan sarung biru pemberian mertua terasa pas kukenakan pagi ini. Sementara istriku memakai setelah hitam dengan jilbab senada. kami tidak berjalan sendiri, ada paman dan keluarganya. Mereka berencana mudik pagi ini dengan sepeda motor.

Tak berapa lama setelah kami tiba di sana, Sholat pun dimulai. Khusuk kami mengikuti rangkaian ibadah Idul Fitri, dari sholat ‘Id hingga khotbah berakhir. kami larut dalam suasana penuh kemenangan setelah sebulan berjuang melawan hawa napsu. Kami siap menjadi manusia baru yang bersih.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar