Setiap Lelaki Memiliki Seorang Wanita yang Dicintai, Meskipun Dia Belum Terlahir atau Bahkan Tidak Terlahir di Dalam Rahim Mimpinya

Selasa, Desember 30, 2008

Pemeriksaan Pertama Yang Menakjubkan (Lanjutan)

26 Agustus 2008

Aku dan istriku segera masuk ke ruang praktek Dr. P. Ruang praktek itu terbagi dua dengan penyekat sebuah kelambu. Satu ruang untuk konsultasi dan lainnya untuk pemeriksaan pasien. Di depan dan samping meja dokter terdapat 4 kursi berbaris rapi. Tak ada siapapun di sana. Hanya kudengar dokter dan pasiennya di ruang sebelah.Aku dan istriku duduk di kursi samping meja dokter. Mataku tak hentinya mengamati sekeliling ruang bercat putih itu. Banyak gambar dan diagram struktur tubuh wanita di sana. Tak berapa lama, Dr. P keluar dari ruang pemeriksaan bersamaan dengan pasien dan susternya. Setelah berkonsultasi sejenak, pasangan suami itu pergi meninggalkan ruang dokter. Kini giliran kami. Dr. P membuka rekam medis kami empat tahun yang lalu. Kami dulu pernah berkonsultasi ke sini untuk menanyakan kondisi mengapa sampai saat itu kami belum memiliki keturunan. Dan jawaban saat itu adalah bahwa tidak ada masalah pada kami berdua dan kemudian dokter memberi kami berdua terapi hormon. Tapi sayang, kami mengikuti program itu cuma sebulan saja dan tidak lagi melanjutkannya. Sebab aku orang yang selalu ingin mendapatkan hasil secara cepat. Padahal untuk mendapatkan keturunan, kita dituntut untuk selalu sabar dan banyak berdoa.

Setelah membaca sejenak, Dr. P pun menanyakan maksud kedatangan kami. Aku pun secara spontan menjawab bahwa kami ingin memeriksakan kandungan istriku. Dokter itu tersenyum dan mengucapkan selamat. Kemudian beliau mempersilahkan kami berdua ke ruang periksa. Di dalam sudah menunggu seorang suster dengan tubuh sedikit subur. Suster itu meminta istriku untuk berbaring di tempat tidur dan mengangkat bajunya agar dokter mudah melakukan USG. Aku sedikit canggung berdiri di samping suster itu. Kulihat sekeliling ruangan itu. Di samping tempat tidur, ada peralatan USG yang bersebelahan dengan kursi pasien. Ujung kaki tempat tidur berdiri lemari yang di atasnya ditempatkan televisi. Itu untuk membantu pasien agar dapat melihat hasil USG tanpa harus menoleh ke kanan.

Setelah menyiapkan peralatan, Dr. P mulai melakukan pemeriksaan. Diletakkannya gagang pendeteksi USG di atas perut istriku. Saat gagang digerak-gerakan, pada layar monitor belum nampak sesuatu. Yang ada hanya gambar ruangan yang gelap. Hatiku mulai deg-degan. Kok belum ada calon babynya, pikirku dalam hati. Kepanikan dan kecemasan membuat pikiranku tidak rasional. Bagaimana mungkin usia kehamilan 1 bulan sudah ada baby he… Dr. P masih menggerak-gerakkan gagang tapi apa yang dicari belum nampak.
“Kok tidak kelihatan apa-apa, Dok ?” Tanyaku tak sabar
Dr. P hanya tersenyum dan menjawab mungkin bakal janin kami masih di bawah rahim. Tapi beliau mengatakan bahwa rahim istriku sudah membesar. Itu berarti rahim itu siap menerima bakal janin kami. Aku sedikit lga mendengar jawaban itu.

Tiba-tiba Dr. P mengganti gagang pemeriksa dengan yang lebih kecil. Beliau mengatakan bahwa pemeriksaan akan dilakukan dari bawah. Sebab pada usia kehamilan 1-2 bulan, bakal janin belum naik ke dalam rahim. Setelah mengganti dengan yang lebih kecil, beliau mulai melakukan pemeriksaan.
Benar juga apa yang dikatakan, di layar tiba-tiba muncul sebuah titik sebesar biji apel. Dr, Poedjo mengatakan itulah bakal janin kami. Subhanallah, kataku lirih. Maha Besar Allah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Itukah calon janin kami, kataku. Ukurannya masih sebesar biji apel dan ini disebut embrio. Semoga ia akan terus berkembang dan menjadi bakal manusia yang akan dikenal dan kenang dunia karena budi pekertinya, doaku dalam hati. Dan tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur pada-Nya atas segala rahmat dan hidayah yang telah diberikan pada kami. Dan hatiku semakin tenang. Hilanglah keraguan yang ada dalam hati.




Selengkapnya...

Pemeriksaan Pertama yang Menakjubkan I

26 Agustus 2008

Malam ini aku nggak bisa tidur dengan nyenyak. Sesekali aku terjaga dan menengok jam yang tergantung di dinding kamar. Masih jam satu rupanya, pikirku. Rasanya aku ingin waktu cepat berlalu dan pagi segera datang menyongsong. Kenapa ? Sebab aku ingin istriku melakukan tes pack lagi untuk pagi hari. Ya, aku masih punya satu alat tes pack untuk dipakai di pagi hari sesudah bangun tidur. Sebab pagi hari saat terbaik untuk melakukan tes sebab saat itu hormon-hormon tubuh sudah mengendap dan terkonsentrasi. Kedua aku juga belum begitu yakin dengan keakuratan alat tes yang pertama. Ditambah saran dari kakak iparku yang mengatakan bahwa tes yang kita lakukan tadi malam kemungkinan tidak akurat sebab hormon tubuh sudah tercampur dengan makanan atau minuman yang masuk. Aku membalikkan tubuhku dan berusaha memejamkan mata tapi rasanya sulit. Pikiran ini masih tetap penasaran dengan hasil tes ini.

Pagi akhirnya datang menjelang. Kulihat istriku masih tertidur pulas di sampingku. Kupandangi wajahnya dengan penuh kelembutan. Wajah wanita yang penuh kasih sayang dan kesabaran. Rasanya tak ingin aku membangunkannya hanya untuk cepat melakukan tes itu lagi. Aku beranjak dari tempat tidur itu dan seperti biasa berolah raga ringan di halaman depan rumah. Tapi seberapa keras pun aku berolah raga, pikiran ini masih saja penasaran dengan tes ini.

Tak berapa lama, istriku bangun dari tidurnya. Aku segera menghampiri dan memberikan tes pack itu padanya. Seperti biasanya, istriku meminta aku yang melakukan tes itu. Setelah mengiyakan, ia segera pergi ke kamar mandi. Kali ini hatiku bisa sedikit tenang dibanding kemarin. Sebab setidaknya aku sudah sedikit yakin dengan hasil tes yang kami lakukan kemarin. Tak berapa lama, istriku keluar juga dari kamar mandi. Ia meletakkan wadah yang berisi air seninya di atas meja. Kini giliranku yang harus melakukan tes itu. Kubuka bungkus tes pack dan kuambil batang tes itu. Setelah menarik nafas panjang, aku mulai mencelupkan batang tes ke dalam wadah. Dengan sedikit gemetar kucelupkan batang itu sesuai petunjuk yang ada. Setelah menunggu sekitar 10 detik, alat itu mulai bekerja. Kulihat cairan mulai merambat naik secara cepat. Dibanding tes yang kami lakukan kemarin malam, tampaknya proses pagi ini berjalan begitu cepat. Mungkin benar kata orang, bahwa di pagi hari adalah saat yang tepat sebab hormon sudah terkonsentrasi. Tak lama kemudian muncul strip merah yang pertama. Hatiku yang semula tenang mulai berdetak. Dan detak itu mulai bertambah saat cairan mulai menuju ke strip merah berikutnya. Dan hatiku mulai plong saat strip merah yang kutunggu akhirnya muncul juga. Alhamdullilah, ucapku dalam hati. Hatiku semakin mantap setelah melihat hasil tes kedua ini. Dan kulihat ada kebahagian di wajah istriku.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.00 sore saat aku tiba dari kantor. Hari ini aku berencana untuk membawa istriku ke dokter kandungan untuk memastikan usia dan kondisi kehamilannya. Sebelumnya ibu mertuaku menyarankan agar kami melakukan konsultasi ke rumah sakit bersalin terdekat di rumah kami. Tetapi setelah kupikir-pikir, akhirnya aku memutuskan untuk membawa istriku ke dokter spesialis kandungan. Namanya Dr. P, salah satu dokter spesialis yang terkenal di Surabaya. Biayanya memang agak mahal dibandingkan dokter spesialis lainnya. Tapi aku hanya ingin memastikan bahwa istriku mendapat perawatan dan pengawasan dari yang terbaik. Meski biayanya agak mahal, tetapi aku merasa ini sudah seimbang dengan waktu penantian kami yang panjang. Lima tahun bukanlah waktu yang pendek untuk menguji kesabaran kami.

Jam sudah menunjukkan pukul 18.50, saat kami sudah tiba di tempat praktek Dr. P di daerah komplek perumahan Dharmahusada. Kulihat pasien memang belum banyak yang datang. Biasanya pasien datang setelah mendekati nomor antrian mereka. Sayangnya kemarin aku lupa menelepon untuk mendaftar ke bagian penerimaan. Aku sudah yakin akan mendapat nomor antrian buncit, tapi aku berharap pegawai penerimaan mempunyai kebijaksaan untuk menyisipkan pasien yang datang dulu meski nomor yang didapat puluhan. Benar juga, aku dan istriku mendapat nomor 122. Andai pelayanan untuk satu pasien membutuhkan min 5 menit maka untuk 120 pasien akan dibutuhkan waktu 600 menit. Ini setara dengan 10 jam. Wuih… aku tak bisa membayangkan jam berapa kami baru akan dilayani. Subuh kali he….

Aku dan istriku segera duduk di ruang tunggu. Kulihat ada sekitar 5 pasien ibu-ibu hamil. Mereka rata-rata ditemani oleh suami mereka masing-masing. Para suami-suami itu cukup setia untuk menemani istri mereka. Wajah mereka terpancar kabahagian sama dengan diriku. Ternyata aku sadar bahwa kehadiran anak dapat kembali mempererat kebersamaan pasangan suami istri kembali. Anak bisa mempersatukan perbedaan antara suami dan istri. Tak berapa lama menunggu, tak terasa nama istriku dipanggil. Benar dugaanku bahwa suster memiliki kebijaksaan tersendiri. Dan aku mendukung itu. Sebenarnya aku tidak setuju dengan penerimaan pasien model daftar per-telepon. Sebab bagaimana dengan pasien yang datang terlebih dulu yang tidak tahu mekanisme yang berlaku. Aku lebih setuju dengan First Come, First Serve dengan pengecualian. (BERSAMBUNG)




Selengkapnya...

Jumat, Desember 26, 2008

Berkah di Ambang Ramadhan II

25 Agustus 2008

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, saat aku sudah selesai makan malam. Seperti biasa, aku dan istriku duduk santai di ruang tamu sambil menikmati sore hari. Biasanya saat seperti ini kami selalu bercerita tentang hari-hari yang telah kita lewati sambil menikmati acara televisi.Tapi seperti biasanya aku yang lebih banyak bercerita tentang kegiatan dan pekerjaan di kantor. Istriku adalah seorang yang sangat pendiam. Ia lebih suka menjadi pendengar yang baik dibanding harus bercerita. Hari ini sengaja tak kunyalakan televisi sebab acara bagus di televisi pun takkan mampu mengalihkan pikiranku dari rasa keingintahuanku yang semakin besar.
“An..”
Begitulah aku biasa memanggil nama istriku. Sejak pertama pacaran pun aku selalu memanggilnya dengan nama depannya saja. Aku bukan type orang yang romantis yang selalu memanggil nama kekasihnya dengan panggilan yang manis dan mesra. Tapi sejak kehamilan ini aku sudah berkeinginan untuk memanggilnya dengan sebutan “Dik” sebelum melangkah ke sebutan yang lebih mesra “Mama”

Aku pun menanyakan kepada istriku kepastian berapa hari ia sudah terlambat kedatangan tamu rutinnya. Istriku memastikan bahwa ia sudah terlambat lebih dari 10 hari terhitung sejak haid terakhirnya. Lega juga aku mendengar jawaban itu. Tanpa sepengetahuan istriku, akupun segera pergi ke apotek utnuk membeli alat tes kehamilan atau test pack. Karena rasa keingintahuanku yang begitu besar, akupun membeli dua type produk test pack. Satu yang memiliki tingkat kepekaan mendeteksi hormon HCG hingga 10% sehingga bisa digunakan sewaktu-waktu. Kebetulan aku ingin segera mengetahui hasilnya malam ini juga. Dan kedua test pack yang hanya bisa digunakan pagi hari sesudah bangun dari tidur. Ini karena tingkat kepekaan alatnya dalam mendeteksi jika kandungan hormon HCG lebih dari 25%. Setelah membeli alat tersebut aku pun segera pulang ke rumah.

Aku pun telah sampai di rumah dan menyuruh istriku untuk melakukan tes. Sayang istriku belum ingin ke belakang. Rasa penasaran karena ingin segera melihat hasil tes akhirnya dengan sedikit memaksa aku meminta istriku untuk minum air sebanyak-banyaknya agar bisa ia bisa “kebelet” ke belakang. Tak berapa lama, istriku akhirnya “kebelet pipis” juga. Bukannya mau melakukan tes, dia malah menanyakan cara melakukan tes kehamilan itu padaku. Sebenarnya aku bisa memahami keluguan istriku ini. Karena gugup ia takut salah sehingga apa yang kita inginkan tidak tercapai. Tapi sebagai suami aku pun tidak mengetahui caranya. Agar tidak terlalu lama, akhirnya aku meminta istriku agar menampung air seninya di gelas dan aku yang akan melakukan tesnya. Istriku setuju saja. Tak berapa lama, istriku sudah keluar dari kamar mandi dan menyuruh aku untuk melakukan tes itu. Hati ini rasanya berdebar-debar juga meski aku sudah membaca petunjuknya berulang kali. Aku mulai mencelupkan test pack itu kedalam wadah yang ada sedalam batas garis sesuai petunjuk. Detik-detik terasa berlalu begitu lama. Jantung pun mulai berdegup. Keringat dingin mulai keluar butir demi butir. Tanganku terasa bergetar memegang alat tes itu. Setelah menunggu 10 detik, alat test pack mulai bekerja. Cairan mulai merambat naik perlahan-lahan. Dan keluarlah garis merah yang pertama. Hatiku makin berdegup kencang menunggu munculnya garis merah berikutnya. Sebab sesuai petunjuk yang ada, jika dua garis merah yang muncul berarti positif hamil. Jika hanya satu maka masa menunggu semakin panjang. Tak berapa lama, akhirnya munculah garis merah yang kedua. Degup kencang dihatiku mulai berkurang. Keringat mulai berhenti. Aku bergegas membawa tes pack itu keluar dan mencari kertas petunjuknya. Sebab aku ingin benar-benar memastikan bahwa hasil tesnya benar. Sementara istriku mengikutiku di belakang. Ia sudah bilang bahwa hasil tes itu benar. Tetapi aku sedikit sangsi, meski muncul dua strip merah tapi jarak stripnya berjauhan. Sementara sesuai gambar pada kertas petunjuk, dua stripnya berdekatan. Aku pun membolak-balik kertas itu dan membacanya berulang kali. Dan setelah cukup tenang, aku pun mulai yakin bahwa hasil tes ini benar. Segera aku bersujud sebagai ungkapan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat yang begitu bsar untuk kami. Tak lupa kucium istriku atas cinta dan kesabaran.

Selengkapnya...

Sabtu, Desember 20, 2008

Berkah di Ambang Ramadhan I

  25 Agustus 2008

Kalau hitunganku benar, ini hari ke-10 istriku sudah terlambat “tamu bulanannya”. Begitulah, hari ini aku masih sibuk dengan jari jemariku menghitung periode tamu bulanan istriku. Aku pikir ini wajar, sebab sudah lebih dari 5 tahun sejak janji suci kami ucapkan di depan keluarga dan handai taulan, kami belum juga mendapatkan tanda-tanda akan kehadiran buah cinta kami berdua

Setiap bulan, memasuki periode datang bulannya istriku, hatiku selalu cemas. Tanpa sepengetahuan istriku, aku selalu menghitung sudah berapa harikah istriku terlambat sejak datang bulan terakhirnya. Mengapa aku tak bertanya lansung padanya ? Sebab aku tak mau menambah beban pikiran istriku. Kecemasan dan kegagalan menjadi istri yang bisa memberi keturunan pada suaminya pasti akan membuat dirinya putus asa. Dan kecemasan ini justru makin memperburuk kondisi psikologis kami.

Pada tahun pertama, mungkin kami masih bisa bersantai dan menganggap bahwa Allah SWT memberi kesempatan yang panjang bagi kami untuk menikmati indahnya bulan madu. Tapi memasuki tahun ketiga dan seterusnya, kecemasan mulai mnghinggapi kami berdua. Keluarga pun mulai bertanya tentang belum munculnya tanda-tanda kehamilan pada istriku. Meski cemas kami selalu menanggapinya dengan santai dan kadang diselingi dengan guyonan khas.
“Ya…kami masih ingin bulan madu terus.”

Memasuki tahun ketiga kami mulai mencari jalan sendiri. Kami pun mulai melakukan pemeriksan agar dapat diketahui sumber penyebabnya. Tak hanya istriku tetapi aku sebagai suami bertanggung jawab untuk mengikuti pemeriksaan agar bisa diketahui penyebabnya. Dan hasil pun kami sehat-sehat saja. Mungkin karena kami berdua adalah seorang pekerja yang mungkin menyebabkan kelelahan dan gangguan pada fisik dan pikiran kami. Dan pada tahun ketiga ini jugalah istriku memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan. Dia berkeinginan untuk lelih berkosentrasi pada usaha kami untuk bisa mendapatkan momongan. Sebenarnya berat juga bagiku untuk menyetujui keputusan istriku tersebut. Bukan karena aku takut tak mampu menghidupi keluargaku dari gaji yang kuterima setiap bulannya. Tetapi aku sebelumnya telah memiliki rencana agar disaat kita masih belum dikarunia keturunan, aku ingin kita mengumpulkan banyak uang hingga pada saat istriku hamil, aku akan memintanya mundur dari pekerjaannya. Tetapi dengan cepatnya keputusan yang diambil sekarang, akhirnya aku pun menyetujuinya. Rasanya benar kata istriku, buat apa kita mengumpulkan banyak harta jika tak ada anak yang akan menikmati hasil kerja kita.

Sudah banyak jalan yang kita lalui. Dari yang jalur medis melalui dokter spesialis andrologi, pengobatan alternatif melalui ramuan tradisional hingga sebuah tradisi yang menyebutkan agar menyebar biji jagung di Mekkah sudah pernah kami coba. Hingga guru mengajiku setiap minggu yang baru pulang dari ibadah haji. Beliau membawakan kurma muda kering untuk dibuat juice agar bisa kami minum setiap hari selama satu minggu. Dan apa yang kami harapkan, semuanya belum memberikan hasil. Sengaja aku katakan “belum” sebab aku percaya Allah SWT Maha Pemurah dan Pengasih. Jika Dia menghendaki maka semua bisa terwujud. Kami selalu menganggap ini sebagai cobaan dari-Nya untuk menguji ketulusan dan ketabahan dari cinta kita berdua. Apakah cobaan ini bisa semakin mengukuhkan cinta kita atau justru bahtera ini retak di tengah gelombang. Tak henti-hentinya kami berdoa dan berusaha. Tapi aku hanyalah manusia biasa yang kadang dihinggapi rasa putus asa. Setelah beberapa kami mencoba terapi dari dokter dan belum membuahkan hasil membuat aku pun putus asa. Aku tak lagi mau mengikuti terapi. Buat apa aku melakukannya jika hasilnya tak sesimbang dengan uang yang sudah kuhabiskan. Istriku menyadari keputusasaan diriku. Memang istriku seorang yang pendiam. Dia tidak mau menanyakan perubahan sikapku. Sebagai istri dia hanya berdoa dan memohon petunjuk pada-Nya. Hingga suatu saat jalan pun ditunjukkan pada kami. Melalui seorang sepupu istriku yang rumahnya kebetulan dekat dengan kami, disarankan agar istriku meminum susu produk yang khusus merencanakan kehamilan. Kebetulan ia adalah seorang pegawai di sebuah departemen store terkemuka. Beberapa teman kantornya sudah mencoba dan semuanya berhasil. Tak ada salahnya mencoba pikir istriku. Akhirnya ia pun mencoba mengikuti kata-kata saudara kami.

Istriku baru menghabiskan 2 karton susu ukuran 200 gram atau bulan sejak ia diberitahu sepupunya tersebut. Dan hari ini tepat 10 hari istriku terlambat sejak datang bulan terakhirnya. Hati ini bercampur aduk perasaan antara gembira, takut dan cemas. Gembira karena ada harapan bahwa istriku hamil. Takut karena ini hanya berdasarkan hitunganku aja dan cemas ketika tiba-tiba datang bulannya datang. Sementara aku lihat istriku tampak tenang aja. Mungkin dalam hatinya ia berpikiran seperti aku juga. (BERSAMBUNG)

Selengkapnya...