Setiap Lelaki Memiliki Seorang Wanita yang Dicintai, Meskipun Dia Belum Terlahir atau Bahkan Tidak Terlahir di Dalam Rahim Mimpinya

Selasa, Desember 30, 2008

Pemeriksaan Pertama yang Menakjubkan I

26 Agustus 2008

Malam ini aku nggak bisa tidur dengan nyenyak. Sesekali aku terjaga dan menengok jam yang tergantung di dinding kamar. Masih jam satu rupanya, pikirku. Rasanya aku ingin waktu cepat berlalu dan pagi segera datang menyongsong. Kenapa ? Sebab aku ingin istriku melakukan tes pack lagi untuk pagi hari. Ya, aku masih punya satu alat tes pack untuk dipakai di pagi hari sesudah bangun tidur. Sebab pagi hari saat terbaik untuk melakukan tes sebab saat itu hormon-hormon tubuh sudah mengendap dan terkonsentrasi. Kedua aku juga belum begitu yakin dengan keakuratan alat tes yang pertama. Ditambah saran dari kakak iparku yang mengatakan bahwa tes yang kita lakukan tadi malam kemungkinan tidak akurat sebab hormon tubuh sudah tercampur dengan makanan atau minuman yang masuk. Aku membalikkan tubuhku dan berusaha memejamkan mata tapi rasanya sulit. Pikiran ini masih tetap penasaran dengan hasil tes ini.

Pagi akhirnya datang menjelang. Kulihat istriku masih tertidur pulas di sampingku. Kupandangi wajahnya dengan penuh kelembutan. Wajah wanita yang penuh kasih sayang dan kesabaran. Rasanya tak ingin aku membangunkannya hanya untuk cepat melakukan tes itu lagi. Aku beranjak dari tempat tidur itu dan seperti biasa berolah raga ringan di halaman depan rumah. Tapi seberapa keras pun aku berolah raga, pikiran ini masih saja penasaran dengan tes ini.

Tak berapa lama, istriku bangun dari tidurnya. Aku segera menghampiri dan memberikan tes pack itu padanya. Seperti biasanya, istriku meminta aku yang melakukan tes itu. Setelah mengiyakan, ia segera pergi ke kamar mandi. Kali ini hatiku bisa sedikit tenang dibanding kemarin. Sebab setidaknya aku sudah sedikit yakin dengan hasil tes yang kami lakukan kemarin. Tak berapa lama, istriku keluar juga dari kamar mandi. Ia meletakkan wadah yang berisi air seninya di atas meja. Kini giliranku yang harus melakukan tes itu. Kubuka bungkus tes pack dan kuambil batang tes itu. Setelah menarik nafas panjang, aku mulai mencelupkan batang tes ke dalam wadah. Dengan sedikit gemetar kucelupkan batang itu sesuai petunjuk yang ada. Setelah menunggu sekitar 10 detik, alat itu mulai bekerja. Kulihat cairan mulai merambat naik secara cepat. Dibanding tes yang kami lakukan kemarin malam, tampaknya proses pagi ini berjalan begitu cepat. Mungkin benar kata orang, bahwa di pagi hari adalah saat yang tepat sebab hormon sudah terkonsentrasi. Tak lama kemudian muncul strip merah yang pertama. Hatiku yang semula tenang mulai berdetak. Dan detak itu mulai bertambah saat cairan mulai menuju ke strip merah berikutnya. Dan hatiku mulai plong saat strip merah yang kutunggu akhirnya muncul juga. Alhamdullilah, ucapku dalam hati. Hatiku semakin mantap setelah melihat hasil tes kedua ini. Dan kulihat ada kebahagian di wajah istriku.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.00 sore saat aku tiba dari kantor. Hari ini aku berencana untuk membawa istriku ke dokter kandungan untuk memastikan usia dan kondisi kehamilannya. Sebelumnya ibu mertuaku menyarankan agar kami melakukan konsultasi ke rumah sakit bersalin terdekat di rumah kami. Tetapi setelah kupikir-pikir, akhirnya aku memutuskan untuk membawa istriku ke dokter spesialis kandungan. Namanya Dr. P, salah satu dokter spesialis yang terkenal di Surabaya. Biayanya memang agak mahal dibandingkan dokter spesialis lainnya. Tapi aku hanya ingin memastikan bahwa istriku mendapat perawatan dan pengawasan dari yang terbaik. Meski biayanya agak mahal, tetapi aku merasa ini sudah seimbang dengan waktu penantian kami yang panjang. Lima tahun bukanlah waktu yang pendek untuk menguji kesabaran kami.

Jam sudah menunjukkan pukul 18.50, saat kami sudah tiba di tempat praktek Dr. P di daerah komplek perumahan Dharmahusada. Kulihat pasien memang belum banyak yang datang. Biasanya pasien datang setelah mendekati nomor antrian mereka. Sayangnya kemarin aku lupa menelepon untuk mendaftar ke bagian penerimaan. Aku sudah yakin akan mendapat nomor antrian buncit, tapi aku berharap pegawai penerimaan mempunyai kebijaksaan untuk menyisipkan pasien yang datang dulu meski nomor yang didapat puluhan. Benar juga, aku dan istriku mendapat nomor 122. Andai pelayanan untuk satu pasien membutuhkan min 5 menit maka untuk 120 pasien akan dibutuhkan waktu 600 menit. Ini setara dengan 10 jam. Wuih… aku tak bisa membayangkan jam berapa kami baru akan dilayani. Subuh kali he….

Aku dan istriku segera duduk di ruang tunggu. Kulihat ada sekitar 5 pasien ibu-ibu hamil. Mereka rata-rata ditemani oleh suami mereka masing-masing. Para suami-suami itu cukup setia untuk menemani istri mereka. Wajah mereka terpancar kabahagian sama dengan diriku. Ternyata aku sadar bahwa kehadiran anak dapat kembali mempererat kebersamaan pasangan suami istri kembali. Anak bisa mempersatukan perbedaan antara suami dan istri. Tak berapa lama menunggu, tak terasa nama istriku dipanggil. Benar dugaanku bahwa suster memiliki kebijaksaan tersendiri. Dan aku mendukung itu. Sebenarnya aku tidak setuju dengan penerimaan pasien model daftar per-telepon. Sebab bagaimana dengan pasien yang datang terlebih dulu yang tidak tahu mekanisme yang berlaku. Aku lebih setuju dengan First Come, First Serve dengan pengecualian. (BERSAMBUNG)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar