26 Agustus 2008
Aku dan istriku segera masuk ke ruang praktek Dr. P. Ruang praktek itu terbagi dua dengan penyekat sebuah kelambu. Satu ruang untuk konsultasi dan lainnya untuk pemeriksaan pasien. Di depan dan samping meja dokter terdapat 4 kursi berbaris rapi. Tak ada siapapun di sana. Hanya kudengar dokter dan pasiennya di ruang sebelah.Aku dan istriku duduk di kursi samping meja dokter. Mataku tak hentinya mengamati sekeliling ruang bercat putih itu. Banyak gambar dan diagram struktur tubuh wanita di sana. Tak berapa lama, Dr. P keluar dari ruang pemeriksaan bersamaan dengan pasien dan susternya. Setelah berkonsultasi sejenak, pasangan suami itu pergi meninggalkan ruang dokter. Kini giliran kami. Dr. P membuka rekam medis kami empat tahun yang lalu. Kami dulu pernah berkonsultasi ke sini untuk menanyakan kondisi mengapa sampai saat itu kami belum memiliki keturunan. Dan jawaban saat itu adalah bahwa tidak ada masalah pada kami berdua dan kemudian dokter memberi kami berdua terapi hormon. Tapi sayang, kami mengikuti program itu cuma sebulan saja dan tidak lagi melanjutkannya. Sebab aku orang yang selalu ingin mendapatkan hasil secara cepat. Padahal untuk mendapatkan keturunan, kita dituntut untuk selalu sabar dan banyak berdoa.
Setelah membaca sejenak, Dr. P pun menanyakan maksud kedatangan kami. Aku pun secara spontan menjawab bahwa kami ingin memeriksakan kandungan istriku. Dokter itu tersenyum dan mengucapkan selamat. Kemudian beliau mempersilahkan kami berdua ke ruang periksa. Di dalam sudah menunggu seorang suster dengan tubuh sedikit subur. Suster itu meminta istriku untuk berbaring di tempat tidur dan mengangkat bajunya agar dokter mudah melakukan USG. Aku sedikit canggung berdiri di samping suster itu. Kulihat sekeliling ruangan itu. Di samping tempat tidur, ada peralatan USG yang bersebelahan dengan kursi pasien. Ujung kaki tempat tidur berdiri lemari yang di atasnya ditempatkan televisi. Itu untuk membantu pasien agar dapat melihat hasil USG tanpa harus menoleh ke kanan.
Setelah menyiapkan peralatan, Dr. P mulai melakukan pemeriksaan. Diletakkannya gagang pendeteksi USG di atas perut istriku. Saat gagang digerak-gerakan, pada layar monitor belum nampak sesuatu. Yang ada hanya gambar ruangan yang gelap. Hatiku mulai deg-degan. Kok belum ada calon babynya, pikirku dalam hati. Kepanikan dan kecemasan membuat pikiranku tidak rasional. Bagaimana mungkin usia kehamilan 1 bulan sudah ada baby he… Dr. P masih menggerak-gerakkan gagang tapi apa yang dicari belum nampak.
“Kok tidak kelihatan apa-apa, Dok ?” Tanyaku tak sabar
Dr. P hanya tersenyum dan menjawab mungkin bakal janin kami masih di bawah rahim. Tapi beliau mengatakan bahwa rahim istriku sudah membesar. Itu berarti rahim itu siap menerima bakal janin kami. Aku sedikit lga mendengar jawaban itu.
Tiba-tiba Dr. P mengganti gagang pemeriksa dengan yang lebih kecil. Beliau mengatakan bahwa pemeriksaan akan dilakukan dari bawah. Sebab pada usia kehamilan 1-2 bulan, bakal janin belum naik ke dalam rahim. Setelah mengganti dengan yang lebih kecil, beliau mulai melakukan pemeriksaan.
Benar juga apa yang dikatakan, di layar tiba-tiba muncul sebuah titik sebesar biji apel. Dr, Poedjo mengatakan itulah bakal janin kami. Subhanallah, kataku lirih. Maha Besar Allah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Itukah calon janin kami, kataku. Ukurannya masih sebesar biji apel dan ini disebut embrio. Semoga ia akan terus berkembang dan menjadi bakal manusia yang akan dikenal dan kenang dunia karena budi pekertinya, doaku dalam hati. Dan tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur pada-Nya atas segala rahmat dan hidayah yang telah diberikan pada kami. Dan hatiku semakin tenang. Hilanglah keraguan yang ada dalam hati.
Selasa, Desember 30, 2008
Pemeriksaan Pertama Yang Menakjubkan (Lanjutan)
Label:
Cerita Kecil Calon Bayi Kami
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar