Aku pun telah sampai kini tahu, bahwasanya aku takkan pernah bisa menyentuh yang selama ini selalu menemani aku dengan setia di dalam menyelami dan beterbangan di ruang dalam mimpiku. Bayang – bayang terindah penghuni istana mimpiku akan tetap menjadi bayangan cermin indah dan tenang diraba.
Aku yang disini hanyalah menatap indahnya serta cerahnya sinar mentari pagi dengan suara – suara sinarnya yang mengepak membangunkan semua penghuni alam kehidupan untuk memulai perjalanan mengisi lembaran kehidupan buku harian hidupnya. Itu menjadi teman sebagai pengganti dirimu di seberang sana. Apakah aku yang terlalu bersemangat dan menggebu untuk mengisi palung yang dalam di sini dengan kehadiranmu yang hanya, dan hanya mungkin dilalui dengan gambaran lukisan indah yang tetap diam dan tidak pernah untuk bisa bergerak.
Akankah ini akan selamanya terjadi seperti ini. Aku tidak pernah tahu akan menjawabnya, karena aku tak tahu yang harus dijawab oleh diriku ini. Dan malam ini seperti malam yang sesudahnya akan mengalami cerita yang sudah – sudah terjadi. Malam yang aku lalui dengan menatap dalam pandangan mata ini kepada lukisan yang menggurat dengan jelasnya akan keindahan dari senyummu. Senyuman yang hanya mengisi ruang waktu menunggu datangnya waktu menuju singgasana istana mimpi. Dengan ditemani oleh permaisuri malam yang bergaun beludru hitam dengan pernik – pernik kemilau mutu manikam bintang bersinar, aku bertanya kepadanya,
“Apakah aku lalui malam – malam ini untuk selanjutnya dengan cerita – cerita yang sudah pernah untuk diterbitkan.”
Sang permaisuri tetap diam. Diam seperti tak melihatku ada di depannya, serta dengan sedikit senyuman, dia tersenyum kepadaku seakan memberi jawaban. Tetapi setelah sekian lama aku menunggu, dia tetap diam tanpa ada jawaban. Mungkinkah dia tahu akan jawaban itu, karena jawaban yang sesungguhnya ada pada diriku sendiri.
Aku yang tak sanggup untuk menyisakan sedikit ruangan di dalam istana mimpiku agar melupakan ini, hingga membentangkan jalan panjang bagiku segera dilalui. Kenapa ini menjadi bagian dari perjalanan diriku atau karena aku yang terlalu sangat mengharapkan tetesan embun di ruangan gurun yang panas. Menghirup nikmatnya air hujan di musim kemarau panjang yang menyengat. Semua ini menjadi bayangan mata fatamorgana. Aku bertanya entah ada jawabannya. Apakah engkau merasakan apa yang terjadi padaku. Atau hanya aku saja yang merasakan dan gelombang – gelombang dahsyat menggelora ini tak tersampaikan pada engkau karena perjalanannya terhalang oleh benteng raksasa yang membentang timur ke barat.
Dentang waktu telah berjalan dari duduknya untuk beranjak menuju bagi penghuni kehidupan untuk melepaskan perbekalan dan beban – beban yang dibawanya dalam mengarungi perjalanan hari. Ditaruh bagi bekal perjalanan esok selanjutnya, menuju kedalam singgasana istana mimpinya masing – masing. Menenun serta merajut rangkaian – rangkaian anyaman cita, angan segala mimpi indah bagi penghias istana mimpinya disebelah seberang. Sang permaisuri malam telah pergi beranjak menuju peraduannya diiringi langkah – langkah lembut sang dewi malam dengan gemulaian gaun malamnya. Sang dewi memulai tugasnya dengan hembusan nafasnya menyejukkan membelai serta menyanyikan lagu – lagu malam dengan lembut bagi penghuni – penghuni yang bergegas segera menuju istana mimpinya dengan pekerjaan masing – masing. Tetapi aku tidaklah ikut di dalam rombongan itu, aku tetap tertinggal disini menatap dan merangkai citaku sendiri, bercanda dan bercakap – cakap dengan engkau membicarakan hal – hal yang bisa kita lakukan bersama dalam berjalan mengarungi ganasnya dan indahnya jalan ini.
Tak terasa malam semakin tertunduk serta menyelimuti dirinya dengan selimut tebalnya yang berwarna hitam, membiarkan diriku duduk sendiri tetapi dia memanggil teman kesepiannya untuk menemani diriku yang betah terpaku menjemput datang sang fajar. Kembali aku melanjutkan bercerita dan bercakap – cakap denganmu yang ditemani sang kesepian yang setia mendampingiku, membicarakan kisah – kisah yang selalu tak ada habisnya untuk digali dan digali. Engkau yang memperhatikan dengan seraut wajah ayu terkadang menampakkan wajah tegangmu yang makin kelihatan cantik sempurna bulan purnama penuh dan suatu saat terkesan cerita lucu yang menampakkan senyum lesung pipitmu yang menambah akan kecantikkan lekuk – lekuk lukisan pahatan kuno. Seakan tak terhalang oleh benteng air yang membentang luas sebagai jarak pemisah. Aku pun terus bercerita dan engkau terus memperhatikkan dengan penuh wajah keseriusan dan diselingi dengan tawa kecil karena takut mengganggu penghuni yang terlelap merangkai mimpi indah.
Cerita yang keluar dari suaraku ternyata sangatlah panjang dan jaraknya telah mencapai perjalanan waktu yang diiringi sambutan suara – suara Illahi agar orang untuk menjalankan kewajibannya sebagai umat dalam beribadah. Aku rasanya belum selesai untuk bercerita dengan engkau dan berat untuk tidak menggali lagi cerita yang seakan tidak tertutup sumbernya. Tetapi karena adanya rentang waktu yang berbeda aku tidak dapat melanjutkan, karena aku harus merangkai dan menganyam cita dan merajut mimpi indah demikian dengan engkau yang juga merajut mimpi indah. Sang penguasa siang mulai beranjak dari tidurnya dan berangkat menuju kursi singgasananya yang diiringi dengan nyanyian suara daun – daun meliuk melambai gemerisik, tarian kicau burung – burung bersenandung dan berbaris rapi. Gemulaian lembut ranting – ranting pepohonan bergaun lembut dan bening embun malam menetes. Sayap – sayap perkasa sinar yang membentang yang menunjukkan bahwa inilah waktunya untuk berkuasa. Begitu pula dengan diriku yang harus bersiap dan bergegas bangkit menyonsong mimpiku yang diterangi sinar mentari penunjuknya dan engkau penuntunnya.
Tetapi akankah cerita – cerita yang mengalir dan berjalan tak lelah ini akan tercipta dan terjadi? Aku tak tahu. Aku tetap akan menjalankan cerita yang mengisahkan tentang aku dan engkau. Cerita yang tetap akan hidup, berjalan untuk menyusuri sudut – sudut ruang, menerangi ruangan ruang istana mimpiku meski tetap terhalang benteng air raksasa. Biarlah dia terbang menari gembira dengan membawa cerita ini dipangkuan awan putih mengangkasa terbawa hembusan angin dan menyeberangi benteng air samudra menuju ke seberang keperaduanmu. Terimalah dia dengan senyummu, terimalah dia dengan keterbukaan kedua belaian tanganmu yang lembut serta ketulusan. Simpanlah dan bawalah dia di bawah naungan selimut hangatmu hingga dia ikut mengantar dan menjagamu menuju kedalam istana mimpimu, menemani, memayungi, mendekapmu didalam sayap – sayap hangat lembutnya dengan sentuh belaian ke helai rambutmu. Biarkan dia sampai meniupkan tiupan suara lembut nyanyian senandung udara malam menuju kedua belah matamu mengiringi untuk mengantar menutup dengan langkah halus dan berucap,
"Selamat malam, dia disana selalu menanti akan kehadiranmu, biarkan dia terlahir sendiri di dalam impiannya, dengan iringan langkah nafasmu."
Tulisan – tulisan cerita ini akan tetap kutulis sebagai teman diriku. Teman malamku yang setia untuk kubercerita. Teman pendampingku bagi engkau di seberang. Biarlah kisah ini tetap ada disini, sebagai lembaran berserakkan di lantai alas kaki – kaki hatiku. Biarlah cerita ini menjadi kisah aku dengan engkau di seberang yang tak akan pernah, atau hanya menjadi cerita dari lukisan antara aku dan engkau sebagai penghias ruang mimpiku. Teman lukisan cerita pendamping malam – malamku berselimut dingin.
Tees’03’07
Jumat, September 19, 2008
ANTARA AKU, SEBERANG DAN ENGKAU
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ilustrasi tampilan kurang jelas
BalasHapus